🦊 Para Pekerja Yang Bekerja Di Dalam Ruang Rontgen
Menyampaikanpada karyawan bahwa mereka miliki fleksibilitas dengan gaya kerja hybrid tidaklah cukup, perusahaan perlu memiliki platform atau teknologi yang memadai. "Teknologi yang memadai akan membuat pekerjaan menjadi lebih mudah dan lebih produktif bagi para pekerja yang senantiasa berpindah-pindah, sembari menjaga tim untuk tetap
Sedangkanpada 2018, harganya masih berada pada angka Rp125 ribu sampai Rp160 ribuan untuk metode panoramic (belum termasuk biaya administrasi, konsultasi, dan obat-obatan). Kemudian, ketika dikonfirmasi ke pihak Lab Pramita pada 2022, rupanya total biaya untuk rontgen panoramic dan cephalometri mencapai Rp685 ribu.
Alatyang biasa disebut dengan alat baca rontgen ini adalah alat yang akan memberikan penerangan pada foto rontgen negatif atau film x-ray agar lebih mudah dilihat. Biasanya alat ini ditempelkan di tembok ruangan praktik dokter, agar seorang dokter dapat lebih cepat dan mempermudah melihat hasil foto rontgen tanpa harus bersusah payah
Berdasarkanlatar belakang tersebut, MPMRent mengadakan kegiatan medical check up bagi seluruh karyawannya yang diadakan pada 18 Februari 2018 bertempat di ruang showroom OTO Deals, gedung MPMRent-BSD, dan diikuti oleh sebanyak 275 orang karyawan. Adapun rangkaian pemeriksaan yang dilakukan yaitu meliputi pengecekan fisik, darah, urin, rontgen
pekerjabukan penerimah upah yang melakukan pekerjaan mandiri, pelayanan kesehatan RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle Takalar yang kurang baik akan merugikan mereka. Hal ini disebabkan para peserta BPJS Kesehatan Mandiri membayar iuran wajib peserta/orang/bulan. Iuran ini dibayar sesuai dengan kemampuan membayar dan ruang kelas perawatan yang
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Jakarta melaksanakan waktu kerja maksimal 8 jam sehari dan menerapkan 5 hari kerja dalam 1 minggu. Waktu kerja yang ditentukan dapat dilihat pada tabel di bawah: Tabel 5.1 . Waktu Kerja di PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk. Jakarta, Jakarta Shift Kerja Jam Kerja Jam Istirahat . 1 11.45-12.30
jugaterjadinya pemutusan hubungan kerja yang berdampak pada kesejahteraan pekerja dan mempengaruhi hak-hak normatif pekerja. Tujuan Penelitian: Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja yang di PHK dan mengetahui implementasi perlindungan Hukum terhadap pekerja di masa pandemi covid-19.
1 2 bulan tidur di makam ayah. Kepala Seksi Penindakan Satpol PP Boyolali Tri Joko Mulyono mengungkapkan mulanya dirinya tak percaya dengan pengakuan BW yang tidur di makam ayahnya selama dua bulan. Sehingga petugas pun melakukan pengecekan di makam yang terletak di perbatasan Boyolali dan Sukoharjo itu. Sesampainya di lokasi, Tri
Mengacudefinisi yang dikeluarkan oleh OSHA 1910.146 dalam Daftar Istilah OSHA, definisi confined space adalah: 1. Ruangan yang cukup besar dan dikonfigurasi sedemikian rupa sehingga seorang karyawan dapat secara fisik masuk dan melakukan pekerjaan yang ditugaskan; dan. 2. Memiliki sarana terbatas atau terbatas untuk masuk atau keluar (misalnya
DkcDet. 1. Berdasarkan mutasi genetiknya, mutasi gen merupakan proses perubahan yang terjadi pada tempat-tempat berikut, kecuali…. A. Lokusnya B. Susunan molekul DNA C. Rantai sense dan anti sensenya D. Basa purin dan pirimidinnya E. Basa nukleotida DNA. 2. Pernyataan berikut yang tidak benar mengenai mutasi adalah.... A. Mutasi hanya terjadi pada kromosom kelamin B. Mutasi terjadi pada tingkat gen dan kromosom C. Mutasi dapat memberikan dampak merugikan dan menguntungkan D. Beberapa kelainan akibat mutasi tidak diwariskan pada keturunannya E. Selalu terjadi perubahan materi genetikDNA pada individu yang mengalami mutasi. 3. Perhatikan beberapa kodon berikut. 1 UGC 2 UGA 3 UAG 4 UAA 5 AUG Perubahan genetik pada gen dapat mengakibatkan translasi protein terhenti jika terbentuk triplet nomor.... A. 1, 2, dan 3 B. 1, 2, dan 3 C. 1, 3, dan 5 D. 2, 3, dan 4 E. 2, 4, dan 5 4. Transisi sebagai mutasi pergantian basa terjadi apabila.... A. Basa guanin berpasangan dengan sitosin B. Basa guanin berpasangan dengan guanin yang lain C. Basa adenin berpasangan dengan guanine D. Basa kimia berpasangan dengan guanine E. Basa urasil berpasangan dengan timin 5. Perhatikan diagram berikut ini! Mutasi yang terjadi pada potongan DNA tersebut adalah.... A. Transisi B. Insersi C. Inversi D. Transversi E. Translokasi 6. Perhatikan diagram berikut ini! Mutasi yang terjadi pada sepotong DNA tersebut adalah... A. Transisi B. Insersi C. Inversi D. Transversi E. Translokasi 7. Kandungan dalam suatu produk makanan kaleng terdiri atas daging sapi, terigu, protein, garam, gula, bumbu, MSG, tokoferon, glisikol, dan natrium nitrit. Dari zat-zat tersebut yang berpotensi sebagai mutagen adalah …. A. MSG, gula, dan garam B. garam, gula dan bumbu C. protein, garam, dan terigu D. MSG, tokoferol, dan bumbu E. MSG, glisikol, dan Natrium nitrit Materi Mutasi dan Jenis-Jenis Mutasi Mapel Biologi kelas 12 SMA Materi Penyebab Mutasi Mapel Biologi kelas 12 SMA Soal Mutasi pada Makhluk Hidup Mapel Biologi Kelas 12 SMA 8. Semangka tanpa biji3n dapat terbentuk karena pengaruhâ…. A. senyawa kolkisin yang menyebabkan hasil penggandaan tidak memisah B. senyawa kolkisin yang menyebabkan kromosom tidak melakukan penggandaan C. sinar X yang memengaruhi pembentukan mikrospora D. sinar X yang memengaruhi pembentukan ovum E. sinar X yang menghambat pembelahan mitosis Baca juga - Soal Pertumbuhan dan Perkembangan9. Para pekerja yang bekerja di dalam ruang rontgen, pada beberapa bagian tubuhnya harus ditutup dengan pengaman. Hal ini dilakukan karena sinar rontgen dapat…. A. menimbulkan efek bersifat letal B. merusak jaringan tubuh C. menyebabkan terjadinya gagal berpisah D. menyebabkan mutasi gen sel-sel kelamin E. mengakibatkan tidak berfungsinya salah satu organ tubuh 10. Mutasi sel somatik merupakan mutasi .... A. sebagai akibat gagal berpisah B. terjadi dalam sel gamet C. dapat diwariskan kepada generasi berikutnya D. hanya diwariskan pada anak sel yang dihasilkan oleh mitosis E. sebagai akibat pindah silang Kunci Jawaban valuasi dn pedoman penilaian 1. B 6. B 2. A 7. E 3. D 8. A 4. B 9. D 5. A 10. D Demikianlah informasi yang bisa kami sampaikan, mudah-mudahan dengan adanya Soal Mutasi pada Mahluk Hidup Mapel Biologi Kelas 12 SMA/MA ini para siswa akan lebih semangat lagi dalam belajar demi meraih prestasi yang lebih baik. Selamat belajar!! Pencarian yang paling banyak dicarisalah satu akibat yang dialami individu jika terjadi mutasi gen adalahsuatu perubahan yang terjadi pada tubuh makhluk hidup dianggap sebagai mutasi apabilajenis mutasi gen dan contohnyacontoh mutasi gen pada manusiamutasi adalahkarena mengalami mutasi kromosom mengalami perubahan seperti pada gambar dibawah inimakhluk hidup yang mengalami mutasi disebutcontoh mutasi kromosom
Ketika berbicara mengenai profesi kesehatan, setiap orang pasti memikirkan dokter, perawat, bidan, petugas laboratorium, dan petugas apotek. Pekerjaan pekerjaan di atas merupakan profesi yang paling umum diketahui oleh masyarakat umumnya. Tetapi ada satu profesi medis lain yang ternyata tidak begitu dikenal oleh masyarakat. Profesi tersebut adalah seorang adalah tenaga medis yang bekerja di dalam unit radiologi bersama dokter spesialis radiologi. Radiografer masuk kedalam unit penunjang medis dimana radiografer bertugas untuk membuat foto rontgen untuk ditegakanya sebuah diagnosa penyakit dari pasien. Radiografer bekerja menggunakan radiasi sinar X. dengan sinar X, radiografer mampu memperlihatkan bagaimana keadaan organ tubuh pasien tanpa perlu melakukan jangan salah, sinar X sendiri juga memiliki risiko jangka panjang jika terpapar secara terus menerus kepada tubuh manusia. Sebagai radiografer pastinya sudah mengetahui risiko jangka panjang dari sinar X tersebut dan selalu sigap dalam melakukan perlindungan untuk diri sendiri maupun pasien. Jika kamu pernah memeriksakan diri ke rumah sakit dan dokter menyuruh anda untuk melakukan foto rontgen, apakah anda memperhatikan setiap akan dilakukan foto rontgen, semua pintu akan ditutup dan petugas akan keluar dari ruangan? Ya itu adalah salah satu perlindungan untuk petugas radiografer dan juga keluarga pasien yang berada di luar ruangan. Dengan memiliki risiko yang tinggi, apakah radiografer akan terjamin keselamatannya ketika harus bekerja dengan radiasi sinar X? Jawabannya iya. Di Indonesia ada organisasi untuk mengatur dan mengawasi penggunaan dari radiasi sinar X yaitu BAPETEN badan pengawas tenaga nuklir. BAPETEN selain mengawasi radiasi sinar X juga mengawasi paparan radiasi yang diterima oleh petugas. Radiografer setiap bulanya mengirimkan sebuah alat yang digunakan untuk mengukur berapa radiasi yang terpapar ke dalam tubuh radiografer. Alat tersebuh berupa lencana yang diberi nama film badge, tetapi sekarang sudah ada model terbaru yang dinamakan TLD. Dengan adanya laporan alat tersebut ke BAPETEN maka keselamatan seorang radiografer bisa terjamin. Sebuah fakta unik terjadi di kalangan radiografer, ketika melakukan tindakan foto rontgen, kebanyakan pasien yang sudah dilakukan foto rontgen mengucapkan terima kasih dan memanggil radiografer dengan sebutan dokter. Di sini kita bisa ketahui bahwa banyak kalangan masyarakat yang belum mengetahui profesi radiografer. Secara umum di rumah sakit negeri, radiografer tidak berseragam layaknya seorang tenaga medis dengan baju putih ala perawat dokter dll. Radiografer bekerja menggunakan baju dinas kantor biasa dan kadang baju batik, itupun harus ditutup oleh apron pelindung tubuh yang dilapisi oleh timbal. Apakah Anda sudah sedikit mengetahui mengenai profesi radiografer?Jika masih belum anda bisa berkunjung ke rumah sakit terdekat dan mengunjungi radiologi untuk bertanya-tanya lebih mendetil seputar profesi radiografer. Untuk diketahui pula, radiografer adalah lulusan perkuliahan dari program pendidikan teknik radiodiagnostik atau teknik radiologi. Jurusan perkuliahan ini sangatlah sedikit dibanding jurusan tenaga medis lainya. Tercatat pada tahun 2019, universitas dan sekolah tinggi yang menyediakan program pendidikan radiografer hanya berjumlah 14 dengan komposisi 3 negeri dan 11 swasta. Untuk anda yang masih bersekolah tingkat SMA apakah berminat untuk masuk ke jurusan radiografer? Mengingat sedikitnya jumlah pendidikan dan lulusan tiap tahunya membuat profesi ini sedikit memiliki peluang mudah dalam mencari pekerjaan. Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya “Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.” Berikan Komentar Tim Dalam Artikel Ini Penulis penulis amatir yang mencoba hobi baru Editor Not that millennial in digital era.
ABSTRAK Keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi. Tujuan penulisan ini adalah mewujudkan best practice budaya keselamatan radiasi di Rumah Sakit Hermina Karawang. Penelitian deskriptif ini melakukan wawancara, observasi, diskusi dan pengukuran langsung yang dilakukan tahun 2020 sampai 2021. Pemakaian Thermoluminescence Dosemeter TLD badge pekerja radiasi tahun 2020, sebanyak 80% seluruh pekerja radiasi menggunakan TLD badge dan 20% tidak, karena petugas lupa dan keterbatasan pemakaian saat bekerja di area ruang covid. Penempelan tanda bahaya radiasi telah dilakukan di seluruh pintu pemeriksaan dan kaca pendaftaran radiologi. Petugas radiologi selalu menyalakan lampu setiap melakukan pemeriksaan rontgen. Seluruh karyawan radiologi Rumah Sakit Hermina telah melakukan pemeriksaan kesehatan rutin minimal setahun sekali. Hasil pengujian apron lolos layak pakai, tidak tampak kerusakan berupa robekan, gelombang atau kerusakan lainnya. Hasil pengukuran uji paparan radiasi ruangan radiologi konvensional di ruang operator didapatkan 0,063µSv/h, di belakang pintu operator 0,143 µSv/h, di ruang administrasi 0,087 µSv/h , di pintu masuk radiologi 0,057 µSv/h, ruang gas medik dan area parkir sebesar 0,029 µSv/h dan 0,08 µSv/h. Hasil uji paparan radiasi ruang CT Scan, yaitu diruang operator sebesar 0,046 µSv/h, belakang pintu operator 0,118 µSv/h, pintu masuk ruang CT Scan 0,204 µSv/h, di ruangan poli dan area parkir sebesar 0,125 µSv/h dan 0,041 µSv/h. Hasil uji paparan dinyatakan aman dari kebocoran radiasi. Petugas Proteksi Radiasi PPR Rumah Sakit Hermina Karawang telah mengikuti rekualifikasi PPR online pada tahun 2021. Nilai Tingkat Diagnostic Reference Level DRL lokal Rumah Sakit Hermina Karawang untuk CT kepala non kontras, yaitu dengan nilai CTDI vol = 38,26 mGy dan DLP = 777,29 Pelaksanaan best practice keselamatan radiasi di Rumah Sakit Hermina telah dilakukan rutin sesuai dengan aturan berlaku mengenai keselamatan radiasi. Dibutuhkan konsistensi dan kedisiplinan tinggi bagi pekerja radiasi dan pihak manajemen rumah sakit dalam menjaga kualitas keselamatan radiasi rumah sakit. Kata kunci Keselamatan radiasi, best practice, Diagnostic Reference Level DRL ABSTRACT Radiation safety is an action taken to protect workers, community members, and the environment from radiation hazards. The purpose of writing is to realize the best practice of radiation safety culture at Hermina Hospital Karawang. This descriptive study conducted interviews, observations, discussions, and direct measurements from 2020 to 2021. Using the Thermoluminescence Dosemeter TLD badge for radiation workers in 2020, 80% of all radiation workers used the TLD badge, and 20% did not because officers forgot and limited use when working in the covid room area. Radiation danger signs have been posted at all examination doors and radiology registration windows. Radiologists always turn on the lights every time they do an X-ray examination. All radiology employees at Hermina Hospital have performed routine health checks at least once a year. The test results of the apron pass fit for use; there is no visible damage in the form of tears, waves, or other damage. The results of the radiation exposure test in the conventional radiology room in the operator's room were behind the operator's door Sv/h, in the administration room Sv/h, at the radiology entrance Sv/h, the medical gas room and parking area of Sv/h and Sv/h. The results of radiation exposure test in the area for the CT Scan, namely in the operator's room of Sv/h, behind the operator's door Sv/h, the entrance to the CT Scan room Sv/h, in the poly room and parking area of Sv/h, and Sv/ h. The results of the exposure test were declared safe from radiation leakage. Radiation Protection Officer RPO Hermina Karawang Hospital has participated in online PPR requalification in 2021. The local Diagnostic Reference Level DRL value of Hermina Karawang Hospital for non-contrast head CT, namely with CTDIvol = mGy and DLP = The implementation of radiation safety best practices at Hermina Hospital has been carried out routinely following applicable regulations regarding radiation safety. It takes consistency and high discipline for radiation workers and hospital management in maintaining the quality of hospital radiation safety. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Seminar Si-INTAN 2021 ISSN 2797-7870 ISSN 2798-1215 BEST PRACTICE KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT HERMINA KARAWANG Rini Marini1, Saleh Budi Santoso2, Angga Tomala1, Candra Setiawan1, Titin Afritayanti1 1 RS Hermina Karawang 2Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang e-mail rinimarini87 DOI ABSTRAK Keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi. Tujuan penulisan adalah mewujudkan best practice budaya keselamatan radiasi di Rumah Sakit Hermina Karawang. Penelitian deskriptif ini melakukan wawancara, observasi, diskusi dan pengukuran langsung yang dilakukan tahun 2020 sampai 2021. Pemakaian Thermoluminescence Dosemeter TLD badge pekerja radiasi tahun 2020, sebanyak 80% seluruh pekerja radiasi menggunakan TLD badge dan 20% tidak, karena petugas lupa dan keterbatasan pemakaian saat bekerja di area ruang covid. Penempelan tanda bahaya radiasi telah dilakukan di seluruh pintu pemeriksaan dan kaca pendaftaran radiologi. Petugas radiologi selalu menyalakan lampu setiap melakukan pemeriksaan rontgen. Seluruh karyawan radiologi Rumah Sakit Hermina telah melakukan pemeriksaan kesehatan rutin minimal setahun sekali. Hasil pengujian apron lolos layak pakai, tidak tampak kerusakan berupa robekan, gelombang atau kerusakan lainnya. Hasil pengukuran uji paparan radiasi ruangan radiologi konvensional di ruang operator didapatkan 0,063µSv/h, di belakang pintu operator 0,143 µSv/h, di ruang administrasi 0,087 µSv/h , di pintu masuk radiologi 0,057 µSv/h, ruang gas medik dan area parkir sebesar 0,029 µSv/h dan 0,08 µSv/h. Hasil uji paparan radiasi ruang CT Scan, yaitu diruang operator sebesar 0,046 µSv/h, belakang pintu operator 0,118 µSv/h, pintu masuk ruang CT Scan 0,204 µSv/h, di ruangan poli dan area parkir sebesar 0,125 µSv/h dan 0,041 µSv/h. Hasil uji paparan dinyatakan aman dari kebocoran radiasi. Petugas Proteksi Radiasi PPR Rumah Sakit Hermina Karawang telah mengikuti rekualifikasi PPR online pada tahun 2021. Nilai Tingkat Diagnostic Reference Level DRL lokal Rumah Sakit Hermina Karawang untuk CT kepala non kontras, yaitu dengan nilai CTDIvol = 38,26 mGy dan DLP = 777,29 Pelaksanaan best practice keselamatan radiasi di Rumah Sakit Hermina telah dilakukan rutin sesuai dengan aturan berlaku mengenai keselamatan radiasi. Dibutuhkan konsistensi dan kedisiplinan tinggi bagi pekerja radiasi dan pihak manajemen rumah sakit dalam menjaga kualitas keselamatan radiasi rumah sakit. Kata kunci Keselamatan radiasi, best practice, Diagnostic Reference Level DRL ABSTRACT Radiation safety is an action taken to protect workers, community members, and the environment from radiation hazards. The purpose of writing is to realize the best practice of radiation safety culture at Hermina Hospital Karawang. This descriptive study conducted interviews, observations, discussions, and direct measurements from 2020 to 2021. Using the Thermoluminescence Dosemeter TLD badge for radiation workers in 2020, 80% of all radiation workers used the TLD badge, and 20% did not because officers forgot and limited use when working in the covid room area. Radiation danger signs have been posted at all examination doors and radiology registration windows. Radiologists always turn on the lights every time they do an X-ray examination. All radiology employees at Hermina Hospital have performed routine health checks at least once a year. The test results of the apron pass fit for use; there is no visible damage in the form of tears, waves, or other damage. The results of the radiation exposure test in the conventional radiology room in the operator's room were behind the operator's door Sv/h, in the administration room Sv/h, at the radiology entrance Sv/h, the medical gas room and parking area of Sv/h and Sv/h. The results of radiation exposure test in the area for the CT Scan, namely in the operator's room of Sv/h, behind the operator's door Sv/h, the entrance to the CT Scan room Sv/h, in the poly room and parking area of Sv/h, and Sv/ h. The results of the exposure test were declared safe from radiation leakage. Radiation Protection Officer RPO Hermina Karawang Hospital has participated in online PPR requalification in 2021. The local Diagnostic Reference Level DRL value of Hermina Karawang Hospital for non-contrast head CT, namely with CTDIvol = mGy and DLP = The implementation of radiation safety best practices at Hermina Hospital has been carried out routinely following applicable regulations regarding radiation safety. It takes consistency and high discipline for radiation workers and hospital management in maintaining the quality of hospital radiation safety. Keywords Radiation safety, best practice, Diagnostic Reference Level DRL I. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi diagnostik kedokteran yang menggunakan sumber radiasi pengion semakin meningkat pesat, sehingga menuntut kesadaran manusia akan risiko bahaya radiasi. Kekhawatiran mengenai risiko bahaya radiasi ini dapat dikendalikan dengan cara meningkatkan keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja yang harus diimbangi dengan pengetahuan tentang keselamatan radiasi. Keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi. Radiasi pengion atau yang disebut radiasi adalah gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan yang karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media yang dilaluinya [1]. Radiasi memiliki potensi bahaya tehadap manusia yang tidak dapat diabaikan. Bahaya radiasi pengion ini adalah ketika radiasi menembus bahan dan terjadi tumbukan antara foton dengan atom- atom bahan yang dilewatinya dan akan menimbulkan ionisasi/ interaksi. Kejadian ini yang memungkinkan timbulnya bahaya terhadap tubuh, baik yang bersifat deterministik, maupun stokastik. Efek negatif ini dapat berupa somatik akut luka bakar, anemia, kemandulan, katarak, dsb., efek somatik laun late somatic effect seperti kanker dan leukemia, serta efek genetik [2]. Sifat radiasi pengion yang tidak dapat dilihat, tidak dapat dirasa, tidak berwarna, tidak dipengaruhi temperatur dan tekanan, memiliki daya tembus dan ionisasi serta dapat merambat sama dengan kecepatan cahaya menjadi perhatian khusus dalam risiko radiasi. Setiap jenis radiasi memiliki kemampuan menembus materi yang berbeda satu sama lain. Karena kemampuannya untuk menembus materi ini, radiasi telah banyak diaplikasikan di berbagai bidang untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Aplikasi yang terbanyak adalah di bidang medik, terutama di rumah sakit, disusul oleh bidang industri, riset, pertanian dan energi [3]. Perilaku operator atau sumber daya manusia penting diperhatikan di fasilitas yang menggunakan radiasi karena 68% penyebab terjadinya kecelakaan radiasi pada tahun 1960 – 1968 adalah kesalahan operator, seperti yang dilaporkan USEAC. Di dalam TECDOC1329 tahun 2002 dinyatakan bahwa budaya akan membentuk perilaku-perilaku khusus, sehingga budaya keselamatan akan membentuk pola perilaku dari perorangan maupun kelompok dalam program kesehatan dan keselamatan [4]. Berdasarkan hasil pertemuan International Atomic Energy Agency IAEA pada Justification of medical exposure in diagnostic imaging Meeting tahun 2016 menemukan bahwa 40% pemeriksaan radiologi diagnostik adalah kejadian unnecessary exposure. Kejadian unnecessary exposure merupakan situasi dimana paparan radiasi yang seharusnya tidak diterima oleh pasien, baik secara keseluruhan ataupun secara parsial, dalam rangka tindakan medis [5]. Pasien mendapat pengulangan paparan radiasi misalnya karena data pencitraan pasien hilang atau karena citra kurang jelas sehingga pasien mendapat paparan yang melebihi dari dosis yang seharusnya. Unnecessary exposure juga bisa terjadi diakibatkan pemberian radiasi kepada pasien yang salah, organ yang salah dan posisi yang salah. Menurut Reason, dua penyebab utama gagalnya sistem keselamatan adalah perilaku tidak aman pekerja dan kondisi laten yang berasal dari faktor organisasi dan lingkungan kerja [6]. Berdasarkan KMK N0. 1250/MENKES/SK/XII/2009 Tentang Pedoman Kendali Mutu Quality Control Peralatan Radiodiagnosik menjelaskan bahwa kualitas dan keselamatan pelayanan radiodiagnostik merupakan faktor terpenting karena dapat menimbulkan bahaya terhadap petugas, pasien dan lingkungan sekitarnya apabila tidak dikelola dengan benar [7]. Berdasarkan PP No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif menetapkan bahwa pemegang harus mewajibkan setiap pekerja radiasi untuk memakai peralatan pemantau dosis perorangan sesuai dengan jenis instalasi dan sumber radiasi yang digunakan. Peralatan pemantau dosis perorangan sebagaimana dimaksud harus diolah dan dibaca oleh instansi atau badan yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan Pengawas [8]. UU No. 10 tahun 1997 tentang Undang- undang Ketenaganukliran menjelaskan bahwa budaya keselamatan mensyaratkan agar semua kewajiban yang berkaitan dengan keselamatan harus dilaksanakan secara benar, seksama, dan penuh rasa tanggung jawab [9]. Hal ini diperkuat dengan peraturan PP No. 33 Tahun 2007 bahwa di setiap fasilitas pengguna radiasi pengion atau tenaga nuklir diwajibkan mewujudkan budaya keselamatan [8]. Menurut Peraturan Kepala Perka BAPETEN No. 6 tahun 2010 tentang Pemantauan Kesehatan Untuk Pekerja Radiasi, pemegang izin wajib melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja, pada saat sebelum bekerja dan selama bekerja serta akan memutuskan hubungan kerja pemeriksaan kesehatan untuk pekerja wajib dilakukan secara berkala paling sedikit sekali dalam 1 satu tahun [10]. Perka Bapeten No. 8 Tahun 2011 menjelaskan pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi harus diselenggarakan oleh pemegang izin paling kurang mencakup materi peraturan perundang-undangan ketenaganukliran, sumber radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir, efek biologi radiasi, satuan dan besaran radiasi, prinsip proteksi dan keselamatan radiasi, alat ukur radiasi, dan tindakan dalam keadaan kedaruratan. Pelatihan untuk petugas proteksi radiasi diatur dalam peraturan kepala BAPETEN tersendiri [1]. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan aspek keselamatan radiasi ini harus selalu diperhatikan dan diusahakan secara terus menerus. Akhir-akhir ini telah terjadi pergeseran cara pengukuran keselamatan dan keamanan kerja, dari pengukuran yang semata-mata melihat jumlah atau tingkat kecelakaan kerja menuju kepada pengukuran yang fokus pada budaya iklim keselamatan [11]. Istilah budaya keselamatan safety culture’ pertama kali muncul dalam OECD Nuclear Agency Report tahun 1987 yang dimuat dalam INSAG tahun 1988 yang dilatarbelakangi oleh kecelakaan reaktor nuklir di Chernobyl pada tahun1986 [11]. Di Indonesia budaya keselamatan mensyaratkan agar semua kewajiban yang berkaitan dengan keselamatan harus dilaksanakan secara benar, seksama, dan penuh rasa tanggung jawab [5]. Oleh karena itu usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja akan berhasil apabila pihak manajemen rumah sakit dapat bekerja bersama-sama dengan pekerja. Rumah Sakit Hermina Karawang yang mulai berdiri 28 Maret 2020 dengan kapasitas 50 tempat tidur sangat peduli dengan keselamatan radiasi pekerja, masyarakat umum dan lingkungan hidup. Permasalahan yang mucul adalah upaya best practice apa saja yang harus dilakukan oleh seluruh pekerja radiasi dan pihak manajemen rumah sakit untuk meningkatkan keselamatan radiasi di Rumah Sakit Hermina Karawang? Tujuan umum penelitian ini adalah mewujudkan best practice budaya keselamatan radiasi di Rumah Sakit Hermina Karawang. Sedangkan untuk tujuan khusus 1 Mengetahui kegiatan best practice keamanan dan keselamatan radiasi di Rumah Sakit Hermina Karawang. 2 Mengetahui tingkat kelayakan alat proteksi radiasi yang digunakan di Rumah Sakit Hermina Karawang. Manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah 1 Memberikan rasa aman dan nyaman kepada seluruh pekerja, pasien dan masyarakat umum yang datang ke Rumah Sakit Hermina Karawang dari risiko bahaya radiasi. 2 Melindungi pekerja, pasien dan masyarakat umum dari risiko bahaya radiasi yang tidak diperlukan semestinya. 3 Mengetahui bila terjadi kebocoran radiasi awal seminimal mungkin. II. LANDASAN TEORI/POKOK BAHASAN . Tinjauan pustaka Proses pembentukan sinar-X pada pesawat sinar-X dimulai dengan pemanasan filamen yang merupakan katoda dengan mengalirinya dengan listrik. Katoda yang dipanaskan tersebut menimbulkan elektron-elektron terlepas dan membentuk awan elektron. Awan elektron tersebut akan bergerak menuju anoda target dengan kecepatan yang sesuai dengan beda potensial yang ada di antara katoda dan anoda. Gerakan elektron dipengaruhi oleh beda potensial. Apabila beda potensial diperbesar dengan menaikkan nilai kV-nya, maka gerakan elektron akan semakin cepat. Kemudian elektron-elektron tersebut akan memborbardir anoda sehingga menghasilkan 99% panas dan 1% sinar-X [12]. Sinar-X dibedakan atas sinar-X karakteristik dan bremsstrahlung. Sinar-X karakteristik dipancarkan oleh atom yang tereksitasi. Sesaat setelah eksitasi terjadi, elektron yang tereksitasi dari suatu orbit ke orbit yang lebih luar, dalam waktu yang singkat akan kembali ke orbit semula. Pada saat kembali ini energi yang berlebih akan dipancarkan dalam bentuk sinar-X karakteristik. Gambar 1. Proses pembentukan sinar-X karakteristik Bremsstrahlung istilah bahasa Jerman terjadi bila radiasi beta atau elektron yang datang dibelokkan oleh inti atom. Elektron yang dibelokkan tersebut akan berkurang energinya, sehingga menyebabkan terjadinya pancaran sinar-X bremsstrahlung. Berbeda dengan sinar-X karakteristik yang energinya dipancarkan secara diskrit, bremsstrahlung dipancarkan secara terus menerus, sehingga disebut pula sebagai sinar-X kontinyu [3]. Gambar 2. Proses pembentukan sinar-X Bremstahlung Dalam pelaksanaan pemanfaatan sumber radiasi pengion, hal –hal yang harus diperhatikan salah satunya adalah dosis yang diizinkan untuk pekerja radiasi tidak boleh melebihi 20 mSv/tahun, desain fasilitas pesawat sinar-X, prosedur pemeriksaaan harus ditetapkan SPO dan semua pemeriksaan radiologi harus berdasarkan surat pengantar dokter. Prinsip proteksi sangat diperlukan dalam pemanfaatan sumber pengion, yakni justifikasi bila pemanfaatan dapat dibenarkan jika keuntungannya lebih besar dari kerugian. Optimisasi dimana pemanfaatan, proteksi dan keselamatan harus dioptimisasikan agar besar dosis yang diterima adalah serendah mungkin. Limitasi yaitu membatasi dosis yang diterima atau dosis terbesar yang diizinkan yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Nilai batas dosis NBD. Gagasan Baru Dalam pelaksanaan pemanfaatan sumber pengion harus diiringi dengan keselamatan radiasi. Pembuatan program kerja dan ceklis harian/mingguan/bulanan dan tahunan serta persetujuan dalam setiap kegiatan keselamatan radiasi dari atasan menjadi syarat mutlak dalam bekerja dengan radiasi. Sehingga semua terdokumentasikan dan memberikan jaminan keselamatan bagi pekerja radiasi. III. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan pada tahun 2020 sampai 2021. Dengan pendekatan deskriptif ini penulis melakukan wawancara, observasi, diskusi dan pengukuran langsung. Wawancara dan observasi dilakukan pada kegiatan pengawasan dalam penggunaan TLD badge pekerja radiasi, penempelan tanda bahaya radiasi, mengecek lampu merah di pintu pemeriksaan, melakukan pemantauan kesehatan pekerja radiasi, audit dosis pekerja dan pelatihan/pendidikan untuk pekerja radiasi. Sedangkan untuk kegiatan menguji kebocoran apron, mengukur dosis paparan, dan penetapan DRL rumah sakit dilakukan dengan cara diskusi dan pengukuran langsung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan keselamatan radiasi yang telah dilakukan rutin di RS Hermina Karawang diharapkan menjadi budaya keselamatan di Rumah Sakit Hermina Karawang. Kegiatan tersebut adalah dengan disiplin dalam penggunaan TLD badge, penempelan tanda bahaya radiasi, pengecekkan lampu merah di setiap pintu pemeriksaan, melakukan pemantauan kesehatan pekerja radiasi, menguji kebocoran apron, mengukur dosis paparan di sekitar ruangan pemeriksaan, audit dosis pekerja, pelatihan rekualifikasi petugas proteksi radiasi dan penetapan DRL rumah sakit sebagai pendukung kegiatan keselamatan radiasi di Rumah Sakit Hermina Karawang. Berikut best practice keselamatan radiasi yang telah dilakukan 1. Penggunaan TLD Pekerja Seluruh pekerja radiasi yang berada di area kerja sumber pengion harus menggunakan TLD badge selama bekerja di ruangan radiologi. Hal ini untuk mengetahui dosis akumulasi radiasi pekerja radiasi dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat mengontrol jumlah dosis radiasi bila hasilnya melebihi dari nilai batas dosis yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pemakaian TLD badge pekerja radiasi tahun 2020, sebanyak 80% seluruh pekerja menggunakan TLD badge dan sebanyak 20% tidak menggunakan TLD badge karena petugas lupa dan keterbatasan pemakaian saat di area zona merah ruangan Covid-19. Pengawasan penggunaan dengan cara TLD badge ceklist harian. Gambar 3. Pemakaian TLD Badge pekerja radiasi 2. Penempelan Tanda Radiasi Untuk menghindari terjadinya kecelakaan radiasi atau kejadian yang tidak direncanakan yang dapat menimbulkan akibat atau potensi akibat yang tidak dapat diabaikan dari aspek proteksi atau keselamatan radiasi, maka Rumah Sakit Hermina telah mensyaratkan bahwa di setiap area yang berpotensi dimasuki oleh masyarakat umum harus diberikan pemberitahuan berupa penempelan tanda bahaya radiasi disekitar area ruangan Radiologi. Penempelan tanda bahaya Radiasi ditempelkan di sekitar pintu pemeriksaan dan kaca pendaftaran radiologi. Gambar 4. Penempelan tanda bahaya radiasi 3. Pengecekan Lampu Merah di Pintu Pemeriksaan Salah satu tanggung jawab petugas yang dilakukan demi mewujudkan keselamatan radiasi adalah dengan selalu menyalakan lampu indikator disetiap pintu pemeriksaan berupa lampu merah di atas pintu masuk pasien dan langsung mengunci pintu agar tidak ada yang masuk ke dalam ruang pemeriksaan saat sedang ada tindakan pemeriksaan. Petugas radiologi telah melakukan menyalakan lampu setiap kali pemeriksaan rontgen. Pengawasan pengecekkan lampu merah dengan cara ceklist harian. Gambar 5. Lampu merah diatas pintu ruang pemeriksaan 4. Pemantauan Kesehatan Pekerja Radiasi Interaksi radiasi pengion dengan tubuh manusia dapat mengakibatkan efek pada kesehatan. Efek kesehatan ini, dapat dimulai dengan peristiwa yang terjadi pada tingkat molekuler, yang dapat berkembang menjadi gejala klinis. Sifat dan keparahan gejala ini dipengaruhi oleh jumlah dosis radiasi yang diserap dan lamanya waktu radiasi/ laju dosis. Seluruh pekerja radiasi Rumah Sakit Hermina telah melakukan pemeriksaan kesehatan rutin minimal setahun sekali. Pemantauan kesehatan pekerja radiasi didasarkan pada prinsip-prinsip pemeriksaan kesehatan pada umumnya. Pemantauan kesehatan ini meliputi pemeriksaan kesehatan berupa pemeriksaan rontgen, laboratorium dan konsultasi dokter. Hasil kesehatan yang telah dilakukan pada tahun 2020, seluruh pekerja radiasi Rumah Sakit Hermina dinyatakan sehat dengan hasil laboratorium dan hasil foto thoraks normal. 5. Menguji Kebocoran Apron Alat proteksi radiasi yang digunakan di Rumah Sakit Hermina karawang adalah berupa baju apron yang berfungsi untuk menutupi dada dan organ sensitif lainnya sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan yang ada. Apron yang digunakan adalah dengan ketebalan setara dengan 0,25 mm timah hitam/ Plumbum Pb untuk penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostik, tebal kesetaran Pb telah diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron. Pada pemakaiannya apron bisa rusak bila apron dilipat-lipat, jatuh ke lantai sehingga menyebabkan kerusakan pada lapisan Pb. Bentuk kerusakannya adalah bisa berupa retakan, sobekkan atau lubang di lapisan Pb. Kondisi ini dapat terlihat setelah diuji kebocoran. Rentang waktu pengujian apron di Rumah Sakit Hermina Karawang dilakukan setiap 6 enam bulan sekali. Hasil uji kebocoran apron yang telah dilakukan pada bulan Oktober tahun 2020 adalah a. Hasil uji visual Dengan cara meletakkan apron yang akan diuji pada permukaan datar dan bersih, menelusuri seluruh permukaan apron dengan cara visual. Hasilnya adalah struktur permukaan masih baik dan tidak bergelembung. Tidak terdapat perforasi atau sobekkan disemua sisi apron. b. Hasil uji raba Seluruh permukaan apron diraba dengan menggunakan tangan secara perlahan. Hasilnya adalah permukaan apron tampak rata dan tidak mengalami pengurangan ketebalan atau kerutan pada permukaan apron. c. Hasil uji dengan sinar-X Pengujian dilakukan dengan cara meletakkan apron tegak lurus terhadap tabung sinar-X dengan jarak SSD 100 cm. Setiap bagian kuadrant apron diberi tanda. Faktor eksposi yang digunakan sesuai dengan parameter klinis. Hasilnya adalah tampak hasil citra gambar apron dengan gambaran uniformitas pada kuadran 1 –5. Tidak tampak kerusakan berupa robekan, gelombang atau kerusakan lainnya pada apron 1 dan apron 2 yang dimiliki Rumah Sakit Hermina Karawang. Hasil uji kebocoran apron lolos dan layak pakai. Gambar 6. Pengujian kebocoran Apron 6. Pengukuran Uji Paparan Radiasi di Sekitar Ruangan Pemeriksaan Sebelum pengukuran paparan radiasi dilakukan, pastikan beberapa parameter pada alat survei meter harus dalam kondisi baik. Diantaranya sumber tegangan catu daya/baterai dipastikan mencukupi, tanggal kalibrasi masih berlaku dan faktor kalibrasi alat berada dalam rentang 0,8 – 1,2. Parameter lain yang perlu diingat adalah nilai batas dosis NBD, sesuai aturan dari BAPETEN, NBD untuk petugas radiasi sebesar 20 mSv/tahun dan masyarakat umum sebesar 1 mSv/tahun. Untuk pembagian daerah kerja, dikelompokkan menjadi 2 dua, yaitu daerah pengendalian control untuk area pekerja radiasi dan daerah superfisi uncontrol untuk area masyarakat umum. Gambar 7. Denah Ruangan Radiologi Pelaksanaan pengukuran uji paparan di area kerja dan area masyarakat disekitar ruangan pemeriksaan radiologi dilakukan pada tanggal 07 September 2020 dan akan dijadwalkan rutin setahun sekali. Tujuan dari uji paparan radiasi disekitar lingkungan kerja radiologi Rumah Sakit Hermina Karawang ini adalah untuk memastikan dan menjamin keselamatan radiasi bagi pasien, pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup di sekitar area ruangan radiologi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat ukur surveymeter merk Pehamed Cd Gam 1 dan phantom air sebagai pengganti objek. Pengukuran paparan radiasi dilakukan pada beberapa titik yang telah ditentukan, diasumsikan tempat tersebut sering ditempati atau dilewati oleh pekerja atau pun masyarakat umum. Pengukuran dihitung dengan persamaan Nilai paparan = Nilai ukur – Nilai latar x FK Hasil pengukuran uji paparan adalah sebagai berikut Tabel 1. Hasil Pengukuran Paparan Radiasi di Ruangan Radiologi Konvensional Rumah Sakit Hermina Karawang Dari Tabel 1 di atas dapat dilihat hasil pengukuran paparan radiasi di ruangan radiologi konvensional dibagi menjadi 2 dua area, yaitu area control dan uncontrol. Daerah control terdiri atas ruang operator dan di belakang pintu operator sebagai tempat keluar masuknya operator dari ruangan pemeriksaan. Sedangkan area uncontrol terdiri atas ruangan administrasi, pintu masuk pasien radiologi, ruangan gas medik dan area parkir. Didapatkan hasil pengukuran di ruang operator 0,063 µSv/h dan di belakang pintu operator sebesar 0,143 µSv/h. Angka ini masih setara dengan nilai latar atau masih aman tidak ada radiasi berlebih di area tersebut karena masih dibawah standar untuk pekerja radiasi sebesar 2,5 µSv/h. Gambar 1. Hasil Pengukuran Paparan Radiasi Pada Area control di Ruangan Radiologi Tahun 2020 Pada daerah uncontrol didapatkan hasil ukur di ruangan administrasi 0,087 µSv/h, pintu masuk pasien radiologi 0,057 µSv/h, ruangan gas medik 0,029 µSv/h dan area parkir 0,08 µSv/h. Hasilnya aman karena masih dibawah standar untuk masyarakat umum sebesar 0,25 µSv/h. Hasil pengukuran di ruangan konvensional dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Hasil Pengukuran Paparan Radiasi Pada Area uncontrol di Ruangan Radiologi Tahun 2020 Dari Gambar 1 dan 2 di atas dapat dilihat bahwa hasil pengukuran uji paparan untuk area control dan area uncontrol untuk ruangan konvensional masih di bawah batasan nilai standar BAPETEN atau dinyatakan aman dari kebocoran radiasi. Hasil pengukuran paparan radiasi untuk ruangan CT Scan dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut Tabel 2. Hasil Pengukuran Paparan Radiasi di Ruangan CT Scan Rumah Sakit Hermina Karawang Pengukuran uji paparan di ruangan CT Scan diambil 2 area yaitu area control dan uncontrol. Untuk area control terdiri atas ruangan operator dan di belakang pintu operator. Area uncontrol terdiri dari pintu masuk pasien radiologi, ruangan poli dan area parkir. Hasil pengukuran paparan radiasi di ruangan control CT Scan Rumah Sakit Hermina Karawang, yaitu di ruangan operator sebesar 0,046 µSv/h dan di belakang pintu operator 0,118 µSv/h. Sedangkan hasil pengukuran area uncontrol ruangan CT Scan adalah di pintu masuk pasien radiologi sebesar 0,204 µSv/h, di ruangan poli 0,125 µSv/h dan area parkir sebesar 0,041 µSv/h. Hasil pengukuran paparan radiasi di ruangan Radiologi CT Scan dapat dilihat Pada Gambar 3 dan 4. Hasil Ukur Jarak Pengukuran 30 cm µSv/hBelakang pintu operator 0,143 2,5Pintu masuk Radiologi 0,057 0,25Ruang Gas Medik 0,029 0,25Hasil Ukur Jarak Pengukuran 30 cm µSv/h Gambar 3. Hasil Pengukuran Paparan Radiasi Pada Area Control di Ruangan Radiologi CT Scan Rumah Sakit Hermina Karawang Tahun 2020 Gambar 4. Hasil Pengukuran Paparan Radiasi Pada Area uncontrol di Ruangan Radiologi CT Scan Rumah Sakit Hermina Karawang Tahun 2020 Hasil pengukuran dosis paparan radiasi pada ruangan konvensional ataupun ruang CT Scan untuk di area control didapatkan hasil dibawah 2,5 µSv/h dan di area uncontrol dibawah 0,25 µSv/h dinyatakan aman tidak ada kebocoran radiasi untuk pekerja radiasi dan masyarakat umum disekitar area ruangan radiologi. 7. Audit dosis pekerja radiasi Rekaman adalah dokumen yang menyatakan hasil yang dicapai atau memberi bukti pelaksanaan kegiatan dalam pemanfaatan tenaga nuklir. Pemantauan dosis pekerja juga merupakan salah satu cara dalam memastikan bahwa nilai batas dosis untuk pekerja radiasi tidak terlampaui. Pemantauan dosis pekerja dilaksanakan secara rutin dan khusus. Pemantauan dosis pekerja secara rutin dilakukan dengan menggunakan peralatan pemantauan dosis perorangan. Dosimeter yag digunakan adalah TLD badge dengan masa pemakaian 3 tiga bulan sekali. Nilai Batas Dosis NBD untuk petugas radiasi adalah 20 mSv/tahun. Hasil audit dosis seluruh pekerja radiasi di Rumah Sakit Hermina pada tahun 2020 diambil dari hasil pembacaan TLD badge. Didapatkan hasil bacaan tanggapan TLD badge untuk seluruh pekerja radiasi adalah dengan nilai rata-rata 0 mSv/ tahun dan dinyatakan aman karena masih dibawah Nilai Batas Dosis pekerja radiasi sebesar 20 mSv/ tahun. 8. Pendidikan dan pelatihan Pada bulan Maret tahun 2021 petugas proteksi radiasi PPR Rumah Sakit Hermina Karawang telah mengikuti rekualifikasi Petugas Proteksi Radiasi dengan biaya dari rumah sakit / pemegang izin secara online. Pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi yang diselenggarakan oleh Bapeten mencakup materi peraturan perundang-undangan ketenaganukliran, sumber radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir, efek biologi radiasi, satuan dan besaran radiasi, prinsip proteksi dan keselamatan radiasi, alat ukur radiasi, dan tindakan dalam keadaan kedaruratan. 9. Tingkat Panduan Diagnostik Diagnostic Reference Level, DRL Tingkat panduan diagnostik atau Diagnostic Reference Level DRL adalah suatu parameter/ indikator yang membantu dalam pengendalian tindakan untuk mengoptimalkan proteksi radiasi pada paparan medik. Rumah Sakit Hermina Karawang telah memiliki DRL lokal untuk pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras / CT Head non kontras. DRL Lokal adalah DRL yang ditetapkan rumah sakit untuk jenis pemeriksaan tertentu dalam kelompok usia tertentu. Rumah Sakit Hermina juga telah berpartisipasi dalam pengisian DRL nasional melalui aplikasi Si-INTAN BAPETEN. DRL nasional adalah DRL yang ditetapkan secara nasional untuk jenis pemeriksaan tertentu dalam kelompok usia tertentu. Adapun penetapan nilai DRL untuk Modalitas CT Scan berdasarkan CTDIvol mGy dan DLP dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai DRL untuk modalitas CT Scan Sumber BAPETEN Data survey yang telah dilakukan untuk DRL modalitas CT Scan pada pemeriksaan CT Head non kontras di Rumah Sakit Hermina Karawang didapatkan nilai rata-rata CTDIvol 38,26 mGy dan DLP 777,29 atau masih dibawah DRL yang telah ditentukan oleh Bapeten yaitu dengan CTDIvol 55 Gy dan DLP 1240 V. KESIMPULAN 1. Pelaksanaan best practice keselamatan radiasi di Rumah Sakit Hermina telah dilakukan rutin sesuai dengan aturan dari Bapeten mengenai keselamatan 0,204 0,125 0,041 00,050,10,150,20,250,3Pintu masukRadiologiRuang Poli Area ParkirPapapran Radiasi µSv/h radiasi dan disesuaikan dengan alat proteksi radiasi yang dimiliki oleh RS Hermina Karawang. 2. Rumah Sakit Hermina Karawang telah melaksanakan budaya keselamatan radiasi melalui kegiatan penggunaan TLD badge pekerja radiasi, penempelan tanda bahaya radiasi, pengecekkan lampu merah di pintu pemeriksaan, melakukan pemantauan kesehatan pekerja radiasi, audit dosis pekerja radiasi, pelatihan untuk pekerja radiasi, menguji kebocoran apron, mengukur dosis paparan radiasi di sekitar ruang pemeriksaan dan penetapan DRL rumah sakit demi menjamin keselamatan radiasi bagi pasien, pekerja radiasi, masyarakat umum dan lingkungan hidup. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih diucapkan kepada Direktur Rumah Sakit Hermina Karawang beserta jajarannya dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang Jawa Barat, yang telah banyak membantu dan dukungan dalam pelaksanaan kegiatan dan pengambilan data. DAFTAR PUSTAKA [1] Perka Bapeten Nomor 8, Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik Dan Intervensional, 2011; [2] Wiharto dkk.,.,Efek Radiasi Pada Sistem Biologi, 1997; [3] Hiswara, Eri., Buku Pintar Proteksi dan Keselamatan Radiasi Di Rumah Sakit, 2015; [4] IAEA-TECDOC-1329. Safety culture in nuclear installations. Guidance for use in the enhancement of safety culture, Desember 2002; [5] IAEA., Workshop Addresses Challenges of Unnecessary Radiation Exposure of patients, By Aabha Dixit, IAEA Office of Public Information and Comminication, 15 March 2016; [6] Reason., Andi et al., Reason, J., “Achieving a Safe Culture Theory and Practice”, 123, 293-306, 2005 [7] KMK N0. 1250., Tentang Pedoman Kendali Mutu Quality Control, 2009; [8] PP No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, 2000; [9] UU No. 10., Undang - Undang Ketenaganukliran, 1997 [10] Perka Bapeten No. 6, Pemantauan Kesehatan Untuk Pekerja Radiasi, 2010; [11] Cooper., Choudhry et al., a Towards a model of safety culture, 2007; [12] Saifudin, T. A., Analisis Keselamatan Radiasi di Unit Radiologi Rumah Sakit JIH, Yogyakarta, Tugas Akhir STTNBATAN, 2014; ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Dominic CooperOrganisational culture is a concept often used to describe shared corporate values that affect and influence members’ attitudes and behaviours. Safety culture is a sub-facet of organisational culture, which is thought to affect members’ attitudes and behaviour in relation to an organisation's ongoing health and safety performance. However, the myriad of definitions of organisational culture’ and safety culture’ that abound in both the management and safety literature suggests that the concept of business-specific cultures is not clear-cut. Placing such culture’ constructs into a goal-setting paradigm appears to provide greater clarity than has hitherto been the case. Moreover, as yet there is no universally accepted model with which to formulate testable hypotheses that take into account antecedents, behaviours and consequences. A reciprocal model of safety culture drawn from Social Cognitive Theory Bandura, 1986. Social Foundation of Thought and Action A Social Cognitive Theory. Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ. is offered so as to provide both a theoretical and practical framework with which to measure and analyse safety culture. Implications for future research to establish the model's utility and validity are ReasonThis paper discusses four topics relating to safety culture, three theoretical and one practical. The first considers why it is that an unsafe culture is more likely to be involved in the causation of organizational rather than individual accidents. It is the pervasive nature of culture that makes it uniquely suitable for creating and sustaining the co-linear gaps in defences-in-depth through which an accident trajectory has to pass. The second topic relates to pathological adaptations, and discusses two examples the Royal Navy of the mid-nineteenth century and the Chernobyl reactor complex. The third issue deals with recurrent accident patterns and considers the role of cultural drivers in creating typical accidents. The final topic is concerned with the practical question of whether a safety culture can be engineered. It is argued that a safe culture is an informed culture and this, in turn, depends upon creating an effective reporting culture that is underpinned by a just culture in which the line between acceptable and unacceptable behaviour is clearly drawn and Addresses Challenges of Unnecessary Radiation Exposure of patientsIaeaIAEA., Workshop Addresses Challenges of Unnecessary Radiation Exposure of patients, By Aabha Dixit, IAEA Office of Public Information and Comminication, 15 March 2016;Pemantauan Kesehatan Untuk Pekerja RadiasiPerka BapetenPerka Bapeten No. 6, Pemantauan Kesehatan Untuk Pekerja Radiasi, 2010;Analisis Keselamatan Radiasi di Unit Radiologi Rumah Sakit JIHT A SaifudinSaifudin, T. A., Analisis Keselamatan Radiasi di Unit Radiologi Rumah Sakit JIH, Yogyakarta, Tugas Akhir STTNBATAN, 2014;
para pekerja yang bekerja di dalam ruang rontgen